Sabtu, 03 September 2016

Harga KPR Rumah di BNI Syariah DP Hanya 10%

JAKARTA – Relaksasi loan to value ratio yang dikeluarkan Bank Indonesia mendapat banyak respons positif. Kebijakan itu diharapkan bisa meningkatkan gairah properti. Salah satunya ialah Bank Syariah Mandiri. ”Kami berharap dengan kebijakan ini dapat menggenjot pertumbuhan Pembiayaan Griya BSM,” ungkap Corporate Secretary Group BSM Dharmawan P Hadad.
Dengan adanya kebijakan tersebut, lanjutnya, pembayaran uang muka nasabah semakin ringan. Di BSM nasabah hanya menyetorkan uang muka sebesar 10-15 persen. BSM menyediakan pembiayaan properti sebesar 85-90 persen seperti harga borongan bangunan.
”Uang muka sepuluh persen diperuntukkan bagi rumah dengan ukuran maksimal tipe 70,” ulasnya. BSM termasuk bank yang memenuhi persyaratan dalam menyalurkan KPR. Yaitu memiliki rasio NPF net kurang dari lima persen. Dan rasio pembiayaan KPR kurang dari lima persen.
Pembiayaan Griya merupakan salah satu produk utama BSM selain Cicil dan Gadai Emas, Tabungan Mabrur Junior dan Tabungan BSM, Pembiayaan Pensiun, dan Pembiayaan Mikro. Saat ini, angka Pembiayaan Griya BSM tumbuh positif dari Juli 2015 sebesar Rp 8,22 triliun menjadi Rp 9, 36 triliun per Juli 2016 atau tumbuh sebesar 13,95 persen YoY.
”Adanya relaksasi LTV tersebut diharapkan memudahkan pencapaian target pertumbuhan BSM Griya sampai dengan akhir 2016 ini, sebesar 16,13 persen YoY,” tutupnya. Perbankan syariah melihat kebijakan yang dibuat oleh BI ini memang bertujuan untuk mendongkrak sektor properti.
“ Saat ini, relaksasi dengan menurunkan LTV ini diharapkan bisa menggerakkan sektor properti,” kata Pelaksana Tugas Direktur Bisnis PT BNI Syariah, Kukuh Rahardjo, ketika dihubungi Dream, di Jakarta, Kamis 1 September 2016. Hal ini juga berbanding dengan turunnya harga cat terbaru entah harga cat dinding/ tembok maupun harga cat minyak/ kayu.
Sekadar informasi, BI menurunkan uang muka KPR untuk rumah pertama, dari 20 persen menjadi 15 persen. Sementara itu, uang muka rumah kedua turun dari 30 persen menjadi 20 persen dan rumah ketiga turun dari 40 persen menjadi 25 persen.
Kukuh berharap penurunan uang muka yang dikeluarkan bank sentral akan diikuti dengan harga rumah yang lebih terjangkau. Hal itu diperlukan untuk membantu daya beli masyarakat yang masih rendah. Apalagi beberapa material bangunan juga turun harga seperti pada harga kaca dari berbagai jenis harga kaca tempered, dan juga harga toren atau harga tandon air.
Dia mencontohkan, jika sebuah rumah dijual seharga Rp500 juta, nasabah harus menyiapkan uang muka sebesar 20 persen atau sebesar Rp100 juta. Hasilnya, setidaknya akan ada 10 dari 100 orang yang memutuskan membeli rumah tersebut.
Namun ketika DP diturunkan menjadi 15 persen, dengan harga rumah yang sama, masyarakat cukup menyiapkan uang muka sebesar Rp75 juta. Terlihat ada penambahan jumlah pembeli orang, namun jumlahnya belum signifikan.
“ (Jumlah pembelinya) bisa naik jadi 12 orang,” kata dia.
Memang, kata Kukuh, penurunan LTV akan berpengaruh terhadap sektor properti, tapi tidak begitu signifikan. Untuk menggairahkan sektor , pihak pengembang seharusnya ikut berpartisipasi dengan cara menurunkan harga rumah. Dengan begitu, sektor ini bisa tumbuh lebih tinggi.
“ LTV memberikan manfaat bagi masyarakat untuk membeli rumah. Tapi, akan lebih bermanfaat kalau developer juga melakukan penyesuaian harga bahan bangunan,” kata dia.(Sah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar